"Iya kadang orang jadi benci ya kalau kita tidak terbitkan naskah mereka" kalimat di atas bukan muncul begitu saja karena otak...
"Iya kadang orang jadi benci ya kalau kita tidak terbitkan naskah mereka"
kalimat di atas bukan muncul begitu saja karena otak saya penuh sesak dengan dunia tulis menulis, bukan karena saya kebanyakan ide. tapi kalimat di atas muncul karena tulisan seseorang penggiat kepenulisan yg dengan sangat tajam menyinggung teman2 lainnya.
Mungkin?
Itu karena tidak siap dengan penolakan
Tidak siap dengan kekalahan
Tidak menemukan cara mencari opsi lain
Akhirnya marah, geram, sinis, ketika tidak sesuai harapan
Ketika naskah tak kunjung terbit.
Dulu saya juga begitu waktu buku saya tak kunjung terbit2, marah, kesal dan sempat membenci penerbit. tapi setelah dipikir2, untuk apa kita menghabiskan energi untuk marah ke penerbit, mending energi kita itu kita gunakan untuk mencari opsi lain.
maka sayapun mulai bertanya pada diri sendiri, apa yg dibutuhkan agar tulisan saya terbit. muncullah ide untuk mencetak sendiri buku saya dengan judul Mengejar Mimpi.
Berbesar hati, atau bisa dibilang menghibur diri saya sendiri, saya berusaha meyakinkan diri saya dengan kalimat: “bukankah kebanyakan kisah sukses lainnya gagal dulu baru sukses, bahwa hidup tidak seperti apa yg kita inginkan”
ya kalimat di atas yg menghibur saya ketika buku terbitan sendiri tidak laku, jangankan dijual, dikasih gratis aja orang ga mau, karena dianggap buku saya ajaran sesat.
kalimat penolakan itu masih saya ingat:
“ ahh ga ahh mas… kami ga mau buku ini” kata mereka sambil menyodorkan bukunya dengan sangat panik tergesa-gesa. akupun bingung tak tahu masalahnya tiba-tiba jadi begini. akupun megejar alasan dari mereka.
“ok… ok… mbak tidak apa-apa jika tak mau. tapi tolong kasih saya alasan” pintaku. merekapun berhenti sejenak kemudian mengucapkan sebuah kalimat.
“kami takut baca bukunya jangan-jangan ajaran sesat yang lagi banyak beredar saat ini” jawab mereka tegas kemudian pergi begitu saja meninggalkanku dengan mulut yang masih terbuka.
hancur hatiku kawan… benar-benar hancur mendengar itu. aku masih tak habis pikir apa mungkin karena melihat kaver buku yang banyak kabutnya atau karena mengetahui kenyataan jika penulisnya aku sendiri. apa iya tampangku se horor itu kawan?.
Intinya saya mengenang kembali kisah ini agar jadi pelajaran bagi teman2 yg ingin jadi penulis, bahwa semua jalan pasti ada hambatan, dan jangan jadikan hambatan itu mengubah kita jadi pemarah, kesal, tak berdaya apalagi sampai menjadi pesimis dan sinis.
semangat mengejar ngejar mimpi teman2.
COMMENTS