Oleh: Isa Alamsyah Asma Nadia selalu bilang 'why' lebih penting dari 'how' dalam menulis. Menemukan alasan kenapa ki...
Oleh: Isa Alamsyah
Asma Nadia selalu bilang 'why' lebih penting dari 'how' dalam menulis.
Menemukan alasan kenapa kita menulis jauh lebih penting dari bagaimana menulis.
(itu intisari speech Asma Nadia ketika public speaking di Iowa Amerika beberapa hari lalu)
Orang yang tahu teknik menulis tapi tidak punya motivasi menulis, tidak akan menghasilkan karya.
Orang yang punya alasan kenapa harus menulis akan tetap semangat menulis akan selalu menulis dan punya energi untuk selalu belajar untuk selalu memperbaiki tulisannya, hingga akhirnya akan menghasilkan karya yang banyak dan sekaligus berkualitas.
Dulu, mungkin 2-3 tahun lalu, saya menulis artikel 'Haji 28 kali' yang memberi motivasi orang untuk mulai menulis.
Saat itu artikel ditulis untuk Komunitas Bisa sebuah group motivasi yang dibentuk di facebook. Grup ini mirip KBM tapi artikel yang dikirim setiap hari saat itu artikel motivasi. Sayangnya karena facebook gonta ganti policy tentang group akhirnya artikel yang sebelumnya bisa dikirim ke 5000 anggota setiap hanya dengan satu klik, tiba tiba tidak berfungsi kembali, dan membut group yang terpecah menjadi 6 grup besar dengan totak member 30 ribuan ini mati suri.
(ini sebabnya grup kecil KBM wilayah hanya sebatas 50 orang, karena policy facebook menyusut dari 5.000 orang ke 50 orang saja).
Tapi ada yang menarik dari dikirimnya artikel tersebut.
Setelah artikel itu dikirim, seorang tokoh nasional menelepon saya.
Ia sangat tergerak untuk untuk mulai menulis buku.
Tokoh ini termasuk salah satu orang yang saya hormati.
Ia memulai karir sebagai kurir dan mengakhiri karir sebagai Vice President di salah satu Bank terbesar di dunia, kantor Indonesia.
Ia sangat aktif dalam berbagai kegiatan sosial, sangat inspiring.
Kami sempat janjian ketemu untuk membahas apa saja yang bisa ditulis agar pengalaman dan kisahnya bisa menjadi inspirasi buat masyarakat.
Sayangnya, kami tidak pernah sempat bertemu, sibuk dengan kegiatan masing-masing, dan beberapa bulan yang lalu saya mendengar kabar sang tokoh sudah meninggal dunia.
Saya belum sempat mengabadikan kisah dan idenya dalam bentuk tulisan.
Walaupun hanya sedikit tertulis di internet dan dia bilang datanya salah dan belum sempat saya klarifikasi.
Sekarang artikel tersebut saya abadikan di website saya isaalamsyah.com (sengaja tidak di tulis www, karena kalau ada postingan mengandung link akan diblok facebook) dan saya copas di sini buat pembelajaran
Semoga artikel singkat yang dulu saya tulis dalam waktu sekitar 10-15 menit ini (masih ingat kan menulis cepat) bisa menjadi inspirasi buat semua.
INI ARTIKELNYA:
Haji 28 kali
Isa Alamsyah
Saya mengenal seorang pembimbing Haji yang sangat bijak.
Usianya baru 50 tahunan tapi sudah pergi haji sebanyak 28 kali.
Tidak salah dengar? Tidak ini benar, bahkan kalau ditambah umrah mungkin sudah 50 sampai 70 kali bolak balik ke tanah suci, karena dalam setahun bisa dua atau tiga kali ke tanah suci jika dihitung dengan umrah.
Bisakah Anda bayangkan betapa banyak pengalaman yang sudah dilaluinya.
Betapa banyak hal bisa kita tanyakan dan kita pelajari darinya.
Saya pun sering memanfaatkan waktu untuk bertanya jika kebetulan bertemu dengannya.
Tapi sayang, jika Anda punya list pertanyaan kini dia tidak bisa menjawabnya.
Kenapa? Beberapa bulan lalu ia telah pergi menghadap-NYa.
Ketika melayat saya merasa sedih, bukan saja karena kehilangan dia,
bukan saja karena Indonesia kehilangan salah satu ulama besar,
tapi lebih dari itu, hampir semua ilmu, pengalaman dan pengetahuannya ikut hilang terkubur.
Kenapa?
Karena ia tidak menulis. Tidak ada pikiran dan ucapannya yang dibukukan.
Menulis membuat kita abadi , membuat kita tetap hidup sekalipun kita telah dikuburkan.
Saya sebenarnya sudah menyiapkan ia untuk menjadi narasumber buku guide praktis haji yang sedang kita susun akan tetapi sayang, Allah sudah memanggilnya.
Saya percaya ada ilmu yang tersisa, ada pelajaran yang disampaikan ke anak dan murid-muridnya, tapi jika tertulis maka tidak ada degradasi ilmu karena semua berasal langsung dari sumbernya.
Bagaimana dengan Anda?
Anda mungkin orang tua yang sukses mengubah anak bandel menjadi alim.
Anda mungkin guru yang sukses membuat murid rusuh menjadi pemimpin.
Anda mungkin pegawai yang sukses berkarir dari bawah.
Mungkin Anda menjadi kaya walaupun dari keluarga miskin dan berjuang keras untuk sukses?
Mungkin Anda adalah pahlawan hidup yang dicari banyak orang
Tapi semua itu hanya menjadi kabar angin, dan akan hilang perlahan jika Anda tidak menulis.
Semua akan terkubur dan mulai pudar sedikit lebih lama dari pudarnya tubuh kita dalam tubuh.
Apakah ingin dikenang?
Apakah Anda ingin hidup dalam keabadian ilmu.
Apakah sejarah Anda hanya ingin tertulis di batu nisan atau lebih dari itu?
Bukankah amal jariyah adalah amal yang tetap mengalir sekalipun kita meninggal.
Dan menulis adalah satu satu ilmu yang terus mengalir.
Tulislah pengalaman Anda, buatlah buku, buatlah diri Anda abadi.
Jangan biarkan orang lain mengalami kesalahan yang sama dengan kita.
Beri petunjuk orang lain agar hidupnya lebih mudah.
Selama kebaikan yang Anda sebar, maka amal akan mengalir.
Buatlah setidaknya satu buku, selama Anda masih hidup!
Satu buku, minimal.
Hidup hanya sekali, satu buku bukan target yang berlebihan.
Satu Buku Sebelum Mati! Bisa!
(Motto ini ditemukan beberapa tahun setelah artikel ini dibuat)
COMMENTS