Merangkak... itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pemenuhan fasilitas Rumah Cahaya, yang memang nyaris tidak memiliki donatur tetap...
Merangkak... itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pemenuhan fasilitas Rumah Cahaya, yang memang nyaris tidak memiliki donatur tetap.
Ketika ruangan berukuran 3 x 2.5 meter itu akhirnya jadi, rumah cahaya kami bahkan belum memiliki listrik. Bahkan ketika launching mau tidak mau harus ‘meminjam’ ini bahasa sopannya, kalau tidak bisa dibilang terpaksa mengambil (maaf ya...)
Alhamdulillah sekarang Rumah Cahaya Penjaringan sudah memiliki listrik sendiri, dan tak lagi meminjam… ^_^
Saat launching dan buku-buku siap ditata, kami pun sempat kebingungan. Sebab selain ruangan rumah cahaya belum memiliki rak buku. Jadi kemana buku-buku itu harus disandarkan?
Allah Maha Baik, tidak berapa lama kami dapat pemberian meja-meja belajar bekas dari rumah cahaya depok, sehingga ada tempat meski sederhana untuk menaruh buku-buku bacaan.
Tentu saja karena meja belajar bukanlah rak buku, penempatannya jadi tidak maksimal. Tetapi apa yang ada harus terus disyukuri, mudah-mudahan dengan begitu Allah menambahkan kemudahan-kemudahan yang lain.
Sekitar enam bulan atau lebih, ya… saya lupa pastinya, dari launching rumah cahaya, kami akhirnya bisa memiliki rak buku yang lebih layak. Lagi-lagi… alhamdulillah.
Bertahap fasilitas-fasilitas lain kami dapatkan, melalui hamba-hamba Allah yang tergerak hatinya melihat antusias anak-anak dan remaja, di rumah cahaya. Bahkan sebuah computer bekas, sekarang kami miliki. Anak-anak tidak mampu yang tinggal di Penjaringan, kini mulai mengenal computer, walaupun harus bergantian.
Remaja, dan orang-orang dewasa yang ikut sekolah malam, sempat belajar mengetik melalui computer. Dengan sabar mereka mengantri agar dapat menyentuh dan berakrab ria dengan tombol computer, dan tuts-tuts keyboard.
Kondisi yang membuat saya menitikkan air mata. Sebab hal yang saya kira remeh saja, karena saya menggunakan computer nyaris tiap hari, ternyata amat sangat mewah bagi sebagian kalangan. Tapi bersentuhan langsung dengan kondisi memang membuat perbedaan besar.
Dan satu demi satu kabar baik saya terima dari Birulaut, sebagai Kordinator Rumah Cahaya Pusat yang juga besar di Penjaringan dan sangat dekat dengan teman-teman FOJIS, yang selama ini menjalankan operasional rumah cahaya.
“Allhamdulillah, sekarang rumah cahaya sudah memiliki speaker, buat acara.”
Lain waktu,
“Alhamdulillah, satu jendela bisa diganti kaca, jadi rumah cahaya lebih terang, sekarang.”
Atau,
“Alhamdulillah kami bisa bangun pagar, jadi anak-anak yang sedang membaca tidak langsung tergoda mesin judi celnet, yang ditaruh persis di samping rumah cahaya.”
“Alhamdulillah kami bisa bangun pagar, jadi anak-anak yang sedang membaca tidak langsung tergoda mesin judi celnet, yang ditaruh persis di samping rumah cahaya.”
Syukur kami mengalir terus, atas kebaikan yang Allah berikan.
Dari tanah kosong … hingga sekarang, sungguh besar karunia yang Allah berikan.
Ruah Cahaya Penjaringan, semakin hari kian memancarkan cahaya. Dari sana menebal semangat teman-teman FOJIS untuk menggelar acara-acara keislaman, dengan rumah cahaya sebagai pusatnya.
Untuk pertama kali, tahun ini rumah cahaya bisa menggelar Qurban. Juga acara maulid, dengan mendatangkan Jhoni Indo sebagai penceramah (mereka belum pernah menggelar acara besar seperti ini sebelumnya). Acara dihadiri hampir semua kalangan yang tinggal di sekitar rumah cahaya, mereka yang sebagian besar masih lekat dengan sisi gelap kehidupan.
Setiap Kamis malam, di rumah cahaya penjaringan sekarang diadakan pengajian yasinan, pesertanya sebagian besar masyarakat sekitar. Dari guru sampai buruh, dari mereka yang masih menenggak miras, judi, bahkan Bandarnya.
Dengan kelapangan hati, pengurus rumah cahaya tidak membatasi undangan pengajian. Siapa saja boleh belajar dekat dengan Allah, siapa saja boleh menuju pintu taubat, terlepas dengan berlari atau tertatih….
Setiap ahad siang, remaja dan orang-orang dewasa yang laki-laki berlatih marawis, bahkan patungan untuk memanggil guru marawis bagi mereka. Malamnya giliran anak-anak. Kegiatan ini menjadi alternative untuk mendekatkan masyarakat di lingkungan rumah cahaya dengan Islam. Bagusnya juga, dengan banyaknya kegiatan, maka berkurang waktu mereka untuk berjudi, minum atau melakukan hal-hal yang negative lainnya.
Semakin hari pesertanya yang mengikuti latihan marawis makin banyak.
Pengajian juga berkembang terus. Masyarakat yang simpati (bahkan sekarang lebih percaya kepada rumah cahaya dibanding masjid di sana), menyumbangkan makanan, buah dan minum ala kadarnya. Sebagai identitas, pengikut pengajian ini juga memutuskan membuat seragam. Jadilah mereka, dari tampang alim sampai tampang preman, kini mengenakan gamis putih setiap kali mengaji ^_^
Apakah hanya sampai di situ kiprah rumah cahaya?
Alhamdulillah belum. Kapan-kapan akan saya update perkembangan terakhir yang telah membuat saya takjub (Ahh, Allah memang Maha Baik)
Dan selalu setiap kali Birulaut menceritakan kondisi di rumah cahaya penjaringan, dari lisannya terucap,
“Berkah, insya allah. Subahanallah.” (Amin...)
Terima kasih untuk semua yang telah membantu, baik doa maupun materil. Juga teman-teman FOJIS. Kapan-kapan akan saya posting di sini beberapa profilnya. Mereka yang selalu berkata,
“Yah… mau bantu uang nggak bisa, mbak Asma. Hanya dengan tenaga saja. “ Kata Rojak dan Romlah, dua ujung tombak FOJIS yang menjalankan rumah cahaya penjaringan, dengan lugu.
Dan mata saya kembali berembun…
Begitu banyak cara yang Allah berikan pada kita, untuk membantu sesama. Dan hanya butuh sebuah niat untuk membuatnya nyata...
(Rumah cahaya, 11 Oktober 2005, Catatan Asma Nadia)
COMMENTS