Prolog selamat datang penuh atmosfer sukacita menggemma di ruangan workshop menulis anak. Kemudian dalam waktu yang amat singkat keluarga ...
Prolog selamat datang penuh atmosfer sukacita menggemma di ruangan workshop menulis anak. Kemudian dalam waktu yang amat singkat keluarga penulis ini telah merebut hati kami. Keluarga penulis yang berpenampilan sederhana itu bercerita tentang apa hikmah yang didapat dari menulis dengan wajah penuh penghayatan.
Sebuah kisah yang sangat mengesankan, pantas saja para tokoh dunia mampu merubah dunia hanya dengan tulisan. Pelajaran pertama bagiku: jika ingin merubah dunia sering-seringlah ikut workshop menulis bersama Asma Nadia dan Isa Alamsyah. Hahahaha bergurau jangan ditanggapi serius. Oke….lanjut…..
Cerita selanjutnya sangat memukau. Sebuah motivasi menularkan semangat menulis.
“ketahuilah wahai anak-anakku, jangan biarkan orang lain merebut mimpi-mimpi kalian, tancapkan tekat kuat untuk menghasilkan karya yang kelak akan merubah dunia” demikian mbak Asma berteriak lantang sambil menatap langit-langit kelas. Beliau memekikkan semangat menulis dosis tinggi.
Mendengar teriakan itu rasanya aku ingin melonjak dari tempat duduk. Seisi ruangan ternganga karena suara mbak Asma menggetarkan benang-benang halus dalam kalbu mereka. Kemudian kami tak sabar menanti liku demi liku cerita dalam detik-detik menegangkan dengan dada berkobar-kobar tak sabar ingin segera menulis cerita setebal 500 halaman tanpa henti.
Disampingku berjarak dua meter, kulihat bang Agung Pribadi mengepalkan tinjunya erat-erat, nafasnya cepat, dadanya turun naik seperti orang yang sedang menanggung beban berat tak tertahankan. Aku tak habis pikir. Apakah reaksi bang Agung itu karena larut dalam cerita mbak Asma atau lebih karena melihat bang Leon sering mencuri-curi pandang pada gadis-gadis manis guru gafa yang ikut membantu panitia ambil bagian dalam acara ini. Sempat kubayangkan seandainya tinjunya itu dihantamkan kewajah bang Leon akan jadi apa mukanya jika itu betul-betul terjadi.
Dan mungkin karena saking bersemangatnya bang Leon, cara motretnya sudah lain dari biasanya. Kadang ia sesekali mencondongkan badannya kedepan, belakang, kiri dan kanan. Sering juga loncat sana loncat sini dengan alasan mengambil sudut pandang yang berbeda. seakan mengesankan kalau ia baru saja tamat sekolah photographer terbaik dunia. Bang Leon yang saat itu bertugas sebagai pohtografer, dengan penuh gaya mengabadikan setiap momen kejadian. Namun anehnya kameranya selalu mengarah kegadis-gadis itu. Seperti sudah tak ada lagi objek lain yang menarik baginya.
Akupun terbawa suasana penuh kegairahan untuk membuktikan diri bahwa aku juga bertekad untuk menghasilkan karya terbaikku. Namu itu lebih karena aku tak ingin melewatkan perang dingin memperebutkan perhatian gadis-gadis manis itu. lagian aku juga tak kalah kren dibanding pesaing lainnya. Hihihihihihi tenang……. itu juga hanya bergurau jangan ditanggapi serius. Oke…..lanjut lagi ya……..
Cerita berikutnya semakin memantapkan tekad dan keyakinan kami yaitu tentang penderitaan dan perjuangan beliau untuk menjadi penulis. Mbak Asma menceritakan semua itu dengan semangat juang empat lima sekaligus setenang air danau tanpa riak gelombang. Seisi ruangan terpesona pada setiap pilihan kata dan tingkah lakunya yang memikat. Ada semacam pengaruh yang dahsyat luar biasa terpancar darinya.
Ia mengesankan sebagai wanita yang kenyang akan pahit getir perjuangan dan kesusahan hidup, berpengetahuan seluas samudra, bijaksana, penuh kasih sayang, dan menikmati daya tarik dalam mencari-cari bagaimana cara menjelaskan sesuatu agar setiap orang mengerti.
Bukan saja anak-anak peserta workshop yang bersemangat saat itu, para orang tua mereka juga girang bukan main ketika melihat buah hati mereka maju satu persatu untuk membacakan karya yang baru saja mereka buat. Diseberang kaca pembatas kulihat kepala orang tua anak-anak muncul sekali-sekali diantara kepala orang tua lainnya. Tersenyum bangga seakan mengatakan lihat itu anak saya barusan membacakan karyanya. Heran dengan apa yang mereka lihat, sungguh tak masuk akal hanya beberapa jam saja menerima materi sudah mampu melejitkan potensi anak-anak itu.
Wajar saja, bukan pak Isa Alamsyah dan mbak Asma Nadia namanya jika tidak bisa membuat anak-anak atau orang lain tergerak dan terinspirasi untuk melakukan hal-hal yang kita anggap tidak mungkin kita lakukan.
Jika anak-anak itu berjuang untuk menjadi yang terbaik, lain lagi dengan aku dan beberapa teman lainnya. Perang dingin kami semakin memuncak. Sedangkan aku sebagai anak kreatif, sudah lama punya cara unik untuk mengatasi persaingan merebut simpati guru-guru gafa itu yaitu: dengan memamfaatkan suvenir-suvenir gratis yang kami bagikan setiap Asmanadia Publishing melakukan acara. Hemm tentu saja cara ini tidak terpikirkan oleh bang Agung dan bang Leon.
Mungkin sampai disini dulu cerita ini, nanti akan aku lanjutkan dilain waktu. Da…da….da…..da…….
COMMENTS